Seorang Pria Dingin Rupanya Penyuka Janda Kesepian

Posted on

Perlahan-lahan motor Honda berwarna hitam itu memasuki sebuah jalan cukup lebar di kompleks perumahan elite . Pengemudinya yang berkulit coklat tua menjurus hitam itu kelihatan sedang mencari-cari nomor rumah tertentu, menandakan bahwa ia bukan penghuni di jalan itu. Akhirnya ditemukannya nomor yang dicarinya, motornya dihentikan didepan rumah cukup besar dan terletak agak tinggi dibandingkan jalanan.

Si pengemudi yang terlihat masih muda sekitar duapuluhan dengan ciri biologis pribumi asli itu lalu turun dan mematikan motornya, agaknya ragu-ragu namun kemudian mengajukan langkahnya mendekati pagar pintu besi, dan dicarinya tombol bel yang seperti pada umumnya rumah-rumah baru di situ agak tersembunyi di belakang pintu besi itu.

Setelah memencet ketiga kalinya maka pintu rumah itu terbuka, muncullah pemuda yang agaknya si penghuni rumah berusia sekitar akhir dupuluh atau awal tiga puluhan tahun.

“Selamat sore pak Ridwan”, tegur sang pemuda tamu setelah melepaskan helm penutup kepalanya sehingga terlihat rambutnya yang tebal agak bergelombang dengan wajahnya lumayan cukup keren berkumis, disertai senyum agak malu dan menoleh ke kiri ke kanan, ternyata jalanan itu cukup sepi.

Selamat sore dik Reza, ayo masuk tak usah malu dan sungkan, bawa masuk aja motornya, biarpun disini biasanya cukup aman tapi kan engga tahu kalau yang niat jahat bisa ada dimana saja”, demikian sambutan ramah sang tuan rumah yang berkulit jauh lebih bersih dengan raut wajah khas keturunan.

Reza mengangguk setuju lalu membawa motornya melewati pintu pagar besi itu, kemudian didorong menaiki jalur masuk kedepan garasi yang memang terletak agak tinggi dibandingkan jalan di depannya.

“Adik Reza sudah makan belum ?”, tanya tuan rumah Ridwan.

“Sudah pak, ditengah jalan saya mampir di warung gudeg kesenangan saya”, jawab Reza, “ini pesanan bapak saya bawakan”, lanjutnya lagi sambil menyerahkan bungkusan kecil kepada Ridwan.

“Oh ya, terima kasih , ayoh masuk dan minum dulu, kan capek dijalan pasti macet tadi, kita ngobrol-ngobrol sebentar, jangan malu-malu engga ada siapa-siapa hanya istri saya di rumah, tapi dia lagi mandi”, lanjut Ridwan dan menatap Reza disertai kedipan mata penuh arti.

“Iya deh pak , tapi engga lama nanti takut hujan nih”, Reza mengikut dibelakang Ridwan yang masuk melewati pintu rumahnya menuju ruang terima tamu.

“Ayoh silahkan duduk, kalau hujan ya tak apa-apa, kan kini di bawah atap jadi engga basah kalau nunggu disini, dik
Reza mau minum hangat atau dingin segar ?”, tanya Ridwan.
“Engga usah repot-repot pak, seadanya saja”, jawab Reza masih agak sungkan.

“Biasanya kalau jam-jam segini enak minum teh jahe, pasti adik senang teh jahe ginseng nanti – badan jadi terasa hangat, segar dan dapat tambah enersi”, lanjut Ridwan, kembali dengan kalimat yang rupanya menjurus ke arah maksud tertentu.

“Nanti saya cari dan lihat dulu dimana letaknya bungkusan teh itu, maklum pembantu lagi sakit dan yang biasanya bikin teh ginseng ini istri saya, tapi mungkin dia sudah selesai mandi”, demikian Ridwan sambil melanjutkan langkahnya menuju kebagian dalam rumah yang cukup besar itu.

“Baiklah pak, saya ikut aja apa yang biasanya bapak dan ibu minum di waktu sore”, jawab Reza.

Ridwan melangkah masuk kedapur dan ternyata disitu berdiri Vonny istrinya yang telah selesai mandi, dengan rambut masih agak tergerai di pundaknya, memakai baju rumah terusan pendekputih yang hanya menutup setengah pahanya, berwarna putih cukup merayang tanpa BH sehingga dengan nyata terlihat puting buah dadanya dan celana dalamnya yang berbentuk string. Vonny rupanya sedang membuat kopi dengan alat Philips Senseo sehingga aroma harum memenuhi dapur itu.

Ridwan memeluk istrinya Vonny dari belakang, menciumi pundak serta lehernya yang putih jenjang, jari jemarinya yang iseng meraba raba pinggang Vonny merantau ke depan lalu meremas ketiaknya, mulai meremas remas gundukan gunung kembar yang tak tertutup BH sehingga terasa sangat padat kenyal itu.

Tak sampai di situ saja Ridwan mulai menarik tanktop yang dipakai istrinya sehingga naik ke atas mencapai bulatan pinggulnya, menyebabkan betis dan kedua pahanya terpampang jelas, kemudian mulai pula diraba dan dielus-elus paha serta bulatan pinggul Vonny.

“Von, tuh si office boy udah datang, lagi nunggu di ruang tamu, rupanya kehausan juga dia, bolehlah diajak minum sekalian”, ujar Ridwan sambil terus menerus menggerayangi tubuh Vonny.

“Udah ah, geli kan, mau ngapain sih dia dateng sore begini ?”, tanya Vonny sambil menggeliat geliat.
“Kan dia nganterin barang pesenan, lagian mungkin udah kangen ngkali pengen liat nyonya bahenol”, jawab Ridwan yang sebelumnya memang telah merencanakan untuk “mempersembahkan” istrinya.

“Ngga usah ya, emangnya dia sendiri engga punya bini atau simpenan”, sahut Vonny yang sebenarnya masih agak ragu dengan petualangan swinger, walaupun sudah mengetahui bahwa Reza selalu “lapar” mata dan mengawasi tubuhnya jika ia datang ke kantor dimana Ridwan bekerja.

Vonny dan Ridwan adalah pasangan muda sangat modern dengan prinsip hidup liberal kebebasan sepenuhnya, juga termasuk dalam hubungan pasutri. Keduanya sering membaca bersama cerita erotis, dimana soal tukar pasangan dengan persetujuan kedua belah fihak juga merupakan salah satu thema yang mengundang banyak pembaca.

Mereka berdiskusi dengan terus terang dan saling menanyakan apakah misalnya Vonny keberatan jika Ridwan menggauli seorang wanita lain , dan juga sebaliknya apakah Ridwan bersedia “membagi” kebebasan serupa jika ada lelaki asing yang ingin mencicipi tubuh Vonny. Mula mula Vonny sangat terkejut dengan diskusi itu, namun rupanya gairah tubuh mudanya disertai rasa ingin tahu lebih besar daripada rasa malunya.

Tentu saja sebagai seorang wanita dan istri yang menjaga diri dan tak mau disebut “murahan” begitu saja Vonny tak langsung mengatakan setuju, hanya jika ditanyakan dan didesak apakah mau digauli oleh si office-boy dikantor, maka jawabannya selalu mengelak dan tak langsung setuju.

ngga ah, ntar jadi ketahuan orang lain, belum tentu si Reza bisa dipercaya mau tutup mulut, lagian mau ngapain sih”, demikian selalu jawaban Vonny mengelak. Setelah beberapa minggu dirayu dan dipancing dan “dipanasi” terus menerus dengan pelbagai cara, jawaban Vonny berubah menjadi :

“Engga tahu lah, lihat aja deh gimana, belum tentu juga dia ada minat, mungkin dia cuma senang ngawasin dan ngeliat aja, kan biasa mata lelaki begitu semua, kayak kamu juga gitu”.
Dari jawaban ini Ridwan mulai merasa yakin bahwa istrinya tidak menolak mentah mentah dan ingin tahu juga apakah kesan melakukan perselingkuhan dengan izin suami sendiri.

“Udah selesai kan kopinya buat tiga orang, coba bawa deh keruang tamu, taruhan yuk si Reza bakalan melotot ngeliat kamu pakai baju kaya begini”, demikian kelakar Ridwan semakin menghasut istrinya.
“Kamu aja yang bawain, mau tukar pakaian yang lain”, jawab Vonny pura-pura, padahal dia sengaja pakai baju tanktop pendek dan merayang itu karena tahu OB Reza di sore itu akan datang.

“Ayolah, pake malu malu gitu, abis mandi kan kelihatan seger banget, pasti kecium badannya si nyonya amoy bahenol wangi merangsang”, desak Ridwan kepada istrinya.
Di sore itu memang pembantu mereka sengaja diberikan bebas jalan-jalan dan nonton film di mall ditambah uang jajanan, yah mana ada pembantu muda zaman sekarang yang menolak extra bonus begitu.

Dengan langkah masih agak ragu namun tetap terlihat lemah gemulai disertai lenggokan menawan tatapan pria Vonny perlahan lahan keluar dari dapur dengan membawa nampan dengan diatasnya tiga cangkir kopi dan beberapa potong coklat serta kueh kering sebagai snacks.Meskipun agak menundukkan matanya karena harus memperhatikan cangkir kopi yang penuh namun Vonny melihat Reza langsung berdiri melihat kedatangannya dengan mata tak berkedip sama sekali.

Di saat meletakkan nampan dengan cangkir kopi dan snacks di meja tamu yang terlapis kaca itu Vonny mau tak mau harus membungkuk sehingga bagian atas baju tanktopnya terbuka untuk mata tatapan mata Reza yang melotot melihat betapa putih dan montoknya belahan buah dada Vonny dan di tengah kedua gundukan itu mencuat puting yang rupanya agak mengeras entah karena dinginnya AC.

Setelah meletakkan dan membagi ketiga cangkir kopi Vonny dan Ridwan kemudian duduk bersama berdampingan di kursi salon lebar , sementara Reza duduk langsung di hadapan Vonny yang berpura-pura malu menarik ujung rok tanktop yang dalam posisi duduk hanya menutup setengah pahanya. Mereka kemudian bercakap cakap dan ngobrol ke kiri ke kanan sampai di suatu saat Ridwan bertanya apakah Reza sudah berkeluarga, dan dijawab olehnya “belum”.

Masih nyari pasangan yang cocok susah zaman sekarang katanya, belum lagi suasana keuangan belum mantap, untuk sendiri aja tak cukup apalagi harus menanggung keluarga lanjutnya. Mendadak HP Ridwan yang terletak di meja kerja di ruangan sebelah dalam berbunyi, sehingga Ridwan permisi masuk meninggalkan Vonny dan Reza.

Kini keduanya hanya berdua dan terlihat bahwa Vonny agak kikuk, karena dirasakannya mata Reza semakin binal mengincar tubuhnya yang merayang di bawah baju tanktop tipis.Terutama bagian buah dada serta pahanya menjadi sasaran menyebabkan Vonny ingin lebih menarik ujung tanktop ke bawah serta berusaha merapatkan belahan pahanya agar tak bisa di”intip”.

Agaknya Reza makin berani dan mulai yakin bahwa wanita muda di hadapannya “kepanasan” menantikan kegiatan yang lebih menjurus maksud tertentu. Ketika Reza ingin menggeser duduknya lebih maju kearah meja untuk meletakkan cangkir kopinya, maka muncullah Ridwan yang ternyata telah menukar bajunya dan telah memegang kunci mobil.

“Eeh, mau kemana koq udah tukar baju ?, tanya Vonny kaget dan menjadi agak gugup karena hal ini di luar dugaan dan tak pernah dibicarakan lebih dahulu, padahal ini sudah termasuk rencana Ridwan dan Reza sejak kemarin dikantor.

“Harus balik ke kantor sebentar say, ada transaksi Forex dan hedge funds tak dapat ditunda, kalau engga rugi”, jawab Ridwan, “setengah jam pasti udah balik, Reza tolong temani istri saya sebentar, nanti makan malam sama sama, saya ntar mau beli sate kambing, Reza doyan kan ?”, lanjut Ridwan.

Vonny kini sadar bahwa hal ini pasti diatur oleh Ridwan dan agak jengkel juga “dijebak” namun sebelum ia sempat protes Ridwan telah bergegas keluar kedepan garasi, masuk ke dalam mobil Nissan Qashqai Trail dan kemudian melaju ke arah jalan setelah menutup pintu garasi di belakangnya, meninggalkan istrinya Vonny yang sangat terombang ambing di antara rasa tak nyaman, agak takut tapi juga tergoda oleh kenyataan bahwa kesempatan untuk selingkuh kini terbuka lebar !!!

Ridwan memang telah agak lama merayu dan akhirnya berhasil membujuknya sejauh mungkin antara lain dengan mengajaknya membaca berbagai kisah sangat erotis yang semarak di pelbagai weblog,  sehingga rasa ingin tahu untuk mencoba bagaimana rasanya ML dengan lelaki asing tergugah tinggi, juga dengan lelaki pribumi asli berkulit hitam legam kasar sangat kontras dengan kulitnya yang putih bersih sebagaimana khasnya orang keturunan.

Hanya diperkirakannya bahwa semua akan berlangsung tahap demi tahap, kenalan, ketemu dan ngobrol basa basi dulu beberapa kali sebelum memasuki taraf lebih lanjut, tidak langsung sedemikian cepatnya. Vonny ingin rasanya lari keluar tapi mana mungkin dengan pakaian seperti itu selain itu untuk mundur dari permainan “sandiwara” yang tak langsung telah disetujuinya sendiri juga terlambat.

Dari sudut matanya Vonny melihat senyum mesum Reza. Reza yang memang sudah bersepakat dengan Ridwan kini memperoleh kesempatan seluasnya untuk mulai melakukan aksinya. Telah disepakati dengan Ridwan bahwa ia boleh menggarap Vonny asalkan tidak disakiti apalagi dilukai. Boleh dibujuk, dirayu, didesak dan yah sedikit dipaksa bolehlah, selama satu jam penuh Ridwan belum akan kembali, demikian perjanjiannya, jadi Reza lumayan punya waktu.

Apa yang tak diketahui oleh Reza bahwa sebenarnya Ridwan berniat untuk beberapa menit kemudian kembali lagi ke rumahnya, mobil akan di parkir di depan rumah sebelah, masuk diam-diam lewat pintu kecil samping garasi, lalu mengintip peristiwa swinger Vonny dengan Reza si Office Boy yang beruntung.

Reza melihat betapa gugupnya Vonny menghadapi situasi yang sama sekali tak diduganya itu, oleh karena itu Reza berusaha sedikit mengalihkan pembicaraan sehingga lebih mudah untuk mendekati.
“Ibu senang bunga ya, bagus amat anggreknya yang dipasang dekat jendela, ngerawat sendiri bu ?”, Reza pura-pura menunjuk ke arah bunga anggrek merah muda berbintik-bintik yang memang dipasang dekat jendela.

Vonny merasakan bahwa ini kesempatan untuk sedikit menghindar tatapan mata Reza yang sangat haus selama ini, dan bangun dari tempat duduknya untuk berjalan ke arah bunga anggreknya.

“Iya, saya coba coba sendiri, baru mulai bulan lalu entahlah bisa tahan apa engga”, Vonny telah berdiri didepan jendela dengan hiasan anggrek kesayangannya.
Tapi justru dengan berdiri di hadapan jendela itu maka sinar matahari semakin menyorot dan menyebabkan silhouette tubuhnya semakin jelas di balik tanktop tipisnya.

Selain itu Reza malahan memperoleh kesempatan untuk ikut berjalan dan kini telah berdiri di belakang Vonny, semakin lama semakin dekat sehingga tubuh mereka hampir berdempetan dan Vonny merasakan hembusan nafas hangat Reza di belakang lehernya. Kemudian dirasakannya tangan Reza berada di atas pundaknya , berdiam sejenak disitu kemudian mengelus serta meraba kulitnya yang mulai merinding, sebelum bibir hangat Reza menyentuh leher dan bahunya.

“Wah relax bu relax dikit, pundak ibu terasa sangat tegang otot ototnya, coba duduk lagi di sofa panjang bu, nanti saya pijat pasti ibu senang dan hilang tegangnya” ujar Reza meneruskan usahanya.

Vonny ingin membalikkan tubuhnya namun dengan sigap Reza telah memeluk pinggangnya yang ramping dengan tangan kirinya, sementara ciumannya dileher dan belakang telinga Vonny semakin gencar. Sejenak kemudian Vonny merasakan kedua tangan Reza memegang pundak dan belakang lehernya yang lalu diurut dan dipijat sehingga dirasakan sedikit nyaman mengurangi ketegangan.

“Ennngmmh, udaaah ah, jangan mas, saya kan istri orang, tak baik kalau ini ketahuan orang”, protes Vonny masih berusaha mengendalikan diri, walaupun ia tahu bahwa penolakannya tak sepenuh hati.
“Emmmh, saya engga tahan lihat badan ibu, sudah lama saya pingin meraba, kini kan kita berdua, tak ada yang tahu, nikmati bu, kehausan ibu nanti akan hilang”, suara Reza mendesah di telinga Vonny.

Sementara terus memijit dan mengurut dengan tangan kanannya Reza melingkarkan lengan kirinya di pinggang Vonny dan perlahan lahan ditariknya mundur selangkah demi selangkah menjurus kearah sebuah bangku panjang, semacam sofa yang empuk dan cukup lebar.

Vonny menengadahkan kepalanya dan menghembuskan nafas lembut yang lama kelamaan menderu semakin cepat, kedua tangannya meraih kebelakang memegang kepala Reza yang berada di belakang lehernya sambil terus menciumi bergantian kedua telinganya, menyebabkan Vonny semakin kegelian.

Langkah demi langkah Reza setengah menyeret Vonny kebelakang dan keduanya telah mencapai sofa empuk yang panjang itu dimana Reza langsung menghempaskan dan meletakkan “mangsanya” yang masih berusaha segera bangun dan berdiri. Namun Reza lebih sigap dan tubuhnya yang cukup tegap berat telah menindih Vonny, dan karena rontaannya itu maka justru ia kini dalam posisi tertelungkup.

Dengan keadaan ini maka Reza dengan mudah menindihinya dan secara sangat pandai ia tetap memijit dan mengurut leher pundak Vonny, sementara pinggul yang begitu bulat menggairahkan ditindihnya.

Vonny tak sanggup banyak bergerak atau berontak dalam keadaan tak menguntungkan itu, hanya kedua tangannya saja terkadang menggapai ke belakang berusaha melepaskan diri dan mendorong tubuh yang menindihnya. Semua sia sia saja, bahkan dengan pergulatan itu tanktop yang dipakainya telah tersingkap naik ke pinggangnya, menyebabkan punggungnya jelas terpampang.

Sebagaimana umumnya wanita pemakai tanktop tidak mempunyai perlindungan BH di bawahnya, dan ini diketahui pula oleh Reza, tangannya yang memijit leher pundak Vonny kini mulai berani turun ke bagian depan.

“Aaiiih, ooooooh, mas udah dong, jangan terusin, suami saya pasti sebentar lagi pulang, jangan aah, lepas dong, tolong saya, enggga mauuu”, Vonny semakin liar menggeliat ketika dirasakannya jari-jari Reza menaiki lereng bukit kembarnya dari samping dan mulai bergerilya menekan meremas remas.

Menduga bahwa perlawanan Vonny sudah sangat menurun maka Reza semakin berani, ditarik serta disingkapnya tanktop berwarna merah muda itu dengan sigap melawati bahu dan kepala Vonny dan hanya dalam waktu beberapa detik bagian atas tubuh Vonny telah telanjang tanpa penutup apapun.

Tanktop itu sengaja dibiarkan oleh Reza menyelubungi kedua bahu dan lengan Vonny menyebabkan mangsanya itu sementara agak “terjirat-terbelenggu” sehingga sukar berontak melepaskan diri. Vonny semakin panik dan meronta ronta, tak diduganya bahwa Reza begitu berani melangkah sejauh itu, tapi semua usahanya tidak memberikan hasil, sementara tubuhnya kini hanya tinggal memakai CD string.

“Tenaaaang aja bu, tenaaaang, relaaaax, pasti ibu engga nyesel, pak Ridwan pasti masih sibuk, apalagi mau beli makanan dulu, ibu nikmati aja permainan saya, engga ada yang tahu bu”, Reza menghibur sambil meneruskan aksinya, kini telah ditemukannya puting yang segera dipilin dan dicubit cubitnya.

Vonny tak berdaya menghadapi serangan yang bertubi-tubi itu, hanya kedua betis kakinya menekuk menghentak hentak, sementara kedua tangannya yang berusaha mencakar ke belakang kini dipegangi dan ditelikung oleh tangan kiri Reza, dan ini sangat menambah nafsunya sehingga si otongnya berdiri.

Mendadak Reza bangun dan membalikkan tubuh Vonny sehingga terlentang yang segera ditindihnya lagi, kedua pergelangan tangan Vonny yang langsing diletakkan diatas kepala dan dicekalnya dengan hanya satu tangan kiri, sementara tangan kanannya menggerayangi dan meremas buah dada Vonny.

Mulut Reza yang cukup besar dengan bibir tebal itu segera mencakup mulut Vonny yang jauh lebih kecil sehingga gelagapan, terutama ketika dirasakannya lidah Reza yang berbau rokok berusaha membelah bibirnya untuk memasuki rongga mulutnya.

Karena Vonny tidak mau langsung membuka mulutnya maka Reza menarik dan mencubit puting buah dada yang telah mencuat itu, menyebabkan Vonny merasa amat kengiluan dan tak sadar meringis ingin berteriak, disaat mana lidah Reza menerobos masuk !.
“Auuuuw, eemmppfhh, sshhhh”, hanya desis itu yang keluar dari mulut Vonny yang kini dirajah Reza.

Vonny semakin kewalahan menghadapi serangan Reza, tubuhnya yang baru mandi kini mulai dibasahi kembali keringat karena pergumulannya dan perlawanannya yang sia-sia, tanpa disadari lidahnya mulai ikut “bersilat” melayani lidah Reza, ludah keduanya semakin tercampur, bau rokok yang sebenarnya tidak disenangi Vonny sudah tak diperdulikannya lagi, sapuan lidah Reza kini menyapu langit rongga mulut Vonny menyebabkan timbul rasa geli, apalagi disertai remasan cubitan Reza di puting susunya.

Reza merasakan di cekalan tangan kirinya bahwa geliatan pergelangan tangan Vonny berkurang, entah memang Vonny sudah mulai lelah, atau memang nafsu birahinya sendiri sudah terbangun sehingga tak mempunyai semangat untuk melawan. Kesempatan ini segera dipergunakan sebaik-baiknya oleh Reza dengan sigap dan tak terduga menarik celana dalam string Vonny sebagai penutup aurat terakhirnya.

Vonny memekik kecil sambil meronta namun semuanya telah terlambat, kini sempurnalah tubuhnya yang kuning langsat putih terbuka di depan mata Reza, disertai dengan senyuman lebar kemenangan.Merasa yakin bahwa Vonny tak akan melawan lagi Reza melepaskan cekalan tangan kirinya di kedua nadi mangsanya dan segera tangan Vonny secara refleks melintang didadanya dan berusaha menutup celah selangkangannya.

Sambil menatap naik turunnya buah dada montok Vonny akibat memburunya nafas sebagai tanda ketegangan akan apa yang terjadi selanjutnya Reza melepaskan kemaja dan kaos serta sekaligus jeans serta celana dalamnya.

Kini dua insan berlainan jenis telah bugil bagai Adam dan Hawa ditaman firdaus : wanita keturunan muda belia dengan kulit putih kuning langsat tubuh montok terlentang disofa dalam posisi tak berdaya menghadapi seorang lelaki pribumi bertubuh kekar, berkulit hitam gelap dengan alat kejantanan telah tegang mengacung siap tembak membantainya.

“Udah mas, jangan diterusin, saya engga mau, nanti ketahuan orang, saya kan bersuami dan sebentar lagi pulang, jangan mas, saya akan rahasiakan peristiwa ini, tapi hentikan dong”, Vonny berusaha tenang walaupun degup jantungnya telah sangat cepat karena menahan emosi yang tak terkekang.

“Jangan takut, ibu tak akan saya sakiti, ibu sebenarnya kepingin merasakan petualangan juga, tak usah malu lah bu, semua biasa saja, tubuh ibu yang muda juga ibarat bunga harus banyak disiram air”, Reza berusaha menenangkan Vonny sambil kini tubuhnya mulai menindih mangsanya yang terlentang.

Reza yang nafsunya telah sangat memuncak itu ragu sebentar: apakah istri boss-nya di kantor ini akan dipaksanya untuk menyepong alat kejantanannya, tapi setelah beberapa detik diputuskannya untuk tidak melakukan hal itu saat ini, mungkin dalam kesempatan berikutnya.

lebih baik sekarang justru gue yang jilatin memeknya si amoy bahenol ini  agar dia betul-betul terangsang sehingga menggeliat kehausan bagaikan hysteris mohon dipuaskan, ya ini siasat terbaik saat ini, demikian keputusan Reza.

Reza menurunkan kembali wajahnya dan mulai menciumi leher Vonny, menjalar mengendus meniup-niup telinga kiri kanan, sementara tangan kiri meremas memijit dua gundukan daging putih di dada sambil memilin putingya, sedangkan tangan kanan turun ke arah pusar, bermain sebentar disitu lalu semakin turun mendekati bukit venus yang dihiasi rambut halus yang jelas sangat dirawat dan sering dicukur.

Vonny berusaha menggeliat dan meronta namun terlihat bahwa perlawanannya tidaklah sepenuh hati seperti seorang wanita yang sedang mempertahankan mati-matian kehormatannya. Ketika mulut Reza dari leher turun ke buah dadanya untuk menggigiti putingnya, terlihat Vonny hanya memalingkan wajahnya ke samping sambil mendesah lembut, sementara kedua tangannya bahkan memegangi rambut Reza.

Ciuman dan cupangan Reza beralih dari kedua puting kemerah-merahan yang telah terlihat mengkilat basah mencuat ke atas kini menurun pusar yang disedotnya dengan rakus, lalu semakin merantau mendekati pusat kewanitaan Vonny. Tangan kiri Reza tetap aktif di puting yang semakin mengacung dan peka, sementara tangan kanannya meraba mengusap bagian dalam paha Vonny yang putih merangsang itu.

“Aaaah, udaaah dong, geliii, bapak nakal amat sih, udaah dong suami saya pulang nih, ntar ketahuan”, Vonny mendesah sambil berusaha mengatur nafasnya yang semakin memburu menahan nafsu.

“Udah tanggung bu, kepalang basah, nikmati aja lah, bapak masih sibuk di kantor”, Reza menghibur dan sekaligus melanjutkan penjelajahannya – sementara wajahnya telah menempel di daerah lipatan bagian dalam paha Vonny, mengecup dan menyupanginya dengan mesra sehingga memerah jambu.

Vonny tetap memalingkan wajahnya , dengusan nafasnya bersilih ganti dengan pekikan kecil kegelian jika Reza menggigit bagian dalam pahanya yang sangat peka itu. Geliatan dan liukan serta rontaannya makin menjadi ketika Reza mulai mencium daerah bukit kemaluannya. lidah Reza yang lebar kasar menjulur-julur keluar bagaikan ular mencari mangsa, mendekati celah sempit yang tersembunyi.

Setelah di temukan maka lidah itu menjilati tepi bibir pelindung vagina Vonny, membasahinya dan akhirnya berusaha menyelinap masuk ke bagian lebih dalam. Sambil melakukan kegiatannya itu Reza telah berhasil menaikkan kedua paha Vonny dan ditekuknya dibagian lutut serta diletakkannya di pundak kiri kanannya.

Kini terpampanglah bukit kemaluan Vonny didepan wajahnya, sementara mangsanya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri ke kanan sambil menggigit bibir bawahnya.

“Hmmmmh, memeknya wangi amat bu, bukan wangi sabun tapi harum wanita yang pengen digituin”, celoteh Reza bagaikan perayu ahli dalam film bokep, menyebabkan pipi Vonny semakin memerah.
Menduga bahwa Vonny sudah ikut terbangun gairahnya dan tak akan melawan maka Reza tanpa ragu menjulurkan lidahnya menyelinap masuk ketengah liang surgawi yang telah dicium sebelumnya.

Lidah yang kasap itu mengusap menjilat dinding vagina Vonny semakin lama semakin dalam, menerobos ke atas ke bawah, selintas menyentuh lubang saluran air kemih yang kecil namun cukup peka. Akibatnya Vonny menggelinjang kegelian – hal mana tak pernah dialami sebelumnya dengan Ridwan suaminya sendiri, dan tak diduganya bahwa office boy suaminya yang kini tanpa rasa jijik melakukan hal ini.

Reza semakin meningkatkan usahanya untuk memanjakan istri boss-nya, setelah liang kecil itu maka berikutnya lidahnya merantau keatas diantara lipatan bibir kemaluan Vonny untuk mencari sebutir daging kecil yang tersembunyi. Setelah ditemukannya maka dengan lahap namun hati-hati disentuhnya daging merah itu dengan ujung lidahnya, disapu, diusapinya, dijilatnya, di-emut-emut dengan bibirnya sendiri, kemudian dijepitnya mesra di antara giginya, kemudian dijilatinya kembali. Ibarat terkena aliran listrik Vonny meronta menggeliat-geliat menahan rasa geli tak terkira sambil memekik manja.

“Ooooh, udaaah bang, geliiiii, auuuuw, geliiii bang , saya ngga tahaan lagi, aaaaah , saya mau pipiiiis”, Vonny mendesah dan mendengus sambil memekik ketika dirasakannya cairan lendir keluar mengalir membasahi vaginanya, menandakan bahwa ia telah mencapai orgasmus dan liang kenikmatannya kini siap menerima batang kemaluan sang pejantan yang sedang menjarahnya.

Reza juga merasakan bahwa bibirnya yang melekat di dinding vagina Vonny semakin basah lengket-lengket terulasi oleh air mazi pelumas wanita, dan kini tibalah saatnya untuk memasuki lubang sengama Vonny. Dengan penuh kepuasan Reza menatap wajah Vonny yang agak mengkilat karena keringat, penisnya yang telah menegang itu dipegangnya dengan tangan kiri kemudian diarahkannya ke liang surgawi, dan…… perlahan namun pasti, milimeter demi milimeter batang rudal itu memasuki tubuh Vonny..

“Ooooooh, aaaauh, aaaaah, pelaaan pelaaaan ya bang, aaaahh, ssssh, oooooh bang Rezaaaaa”, Vonny mendesah dan mengeluh ketika dirasakannya kemaluan office boy itu menusuk dan menggali semakin dalam sehingga akhirnya amblas semua, bulu kemaluannya telah bersatu dengan bulu kemaluan Reza.

“Hhhmmmhhh, ooooh nikmaaaatnya, ibu masih peret gini, latihan kegel tiap hari ya bu ?”, tanya Reza sambil mulai dengan gerakan pinggulnya maju mundur yang disambut oleh Vonny dengan putaran pinggulnya, membuat Reza semakin bergairah menumbuk-numbuk rahim istri boss-nya.

Kedua insan berlainan jenis itu telah mandi keringat, sangat mengasyikkan melihat kontras-nya warna kulit merek, Vonny dengan kulit yang halus kuning langsat sedang ditindih digeluti oleh pria berkulit kasar dengan warna coklat tua kehitaman. Namun pada saat ini tak ada perbedaan atau pemisahan antara keduanya, yang ada hanyalah gairah nafsu birahi menguasai keduanya, desahan, dengusan, rengekan, rintihan dan geraman keduanya silih berganti.

Semakin lama terlihat keduanya melupakan segalanya, gerakan maju mundur pinggul Reza semakin cepat walaupun pinggangnya telah dijepit paha Vonny. Kedua tangan Vonny telah memeluk tubuh Reza seolah tak ingin melepaskannya, rasa panas dan gatal menguasai vaginanya ketika terus menerus digesek dengan cepat , akhirnya……………

“Oooohh, ibuuu , aaaah, nyonya bahenooool, abang mau banjir nih”, dengusan Reza di telinga Vonny.
“Iyyaaaaahhh, ooooooohh, sssssshhhhh, teruuuuuuusss, iyaaaaaa, masukiiiiiiin teruuuuus, iyyyyaaaa”, bagai histeris Vonny mencakar lengan Reza dan menggigit bahunya ketika mereka bersama mencapai klimaks dan office boy itu menyemburkan lahar panasnya berulang ulang kedalam rahim Vonny.

Sepuluh menit kemudian keduanya bergegas ke kamar mandi untuk mengeringkan keringat dari tubuh mereka, Vonny kembali merapihkan baju tank-top-nya, sedangkan Reza memakai lagi seragam kantornya.

Satu jam kemudian mereka makan bersama hidangan yang di beli oleh Ridwan, ketiganya ngobrol dengan santai dan tanpa ada rasa risih, seolah-olah tak ada yang terjadi sama sekali. Vonny juga merasakan sangat puas dengan petualangannya itu, meskipun dalam hati kecilnya muncul keraguan apakah lebih baik berterus terang kepada suaminya mengenai kenikmatan terlarang yang dialaminya.